Ribuan demonstran turun ke jalan di Khor Maksar, Aden pada 7 Desember, menuntut pemisahan Yaman Selatan dari pemerintah pusat. Aksi itu menandai eskalasi politik yang menegaskan ambisi Southern Transitional Council (STC) untuk menguasai kembali wilayah yang dahulu membentuk South Yemen.
Sehari kemudian, pasukan STC berhasil menguasai hampir seluruh wilayah yang sebelumnya menjadi bagian Yaman Selatan, termasuk sepanjang pesisir selatan, perbatasan dengan Oman, serta provinsi Dhale dan ladang minyak Hadhramaut. Pemerintah Yaman hanya mengendalikan sebagian kecil wilayah utara provinsi-provinsi tersebut.
Pada 9 Desember, STC mengklaim kendali atas delapan provinsi selatan, memperkuat posisi mereka sebagai penguasa dominan di wilayah tersebut. Diperkirakan, pasukan STC mengontrol sekitar 90–95 persen populasi di wilayah bekas Yaman Selatan, serta menguasai minimal 80 persen cadangan minyak terbukti di negara itu.
Hadhramaut menjadi provinsi paling strategis yang dikuasai STC, dengan nilai kritis baik bagi pemerintah pusat maupun proyek pemisahan diri STC. Penguasaan ini menimbulkan kekhawatiran regional, karena mengganggu rencana koalisi Teluk dalam menjaga stabilitas Yaman Selatan.
Serangan STC digambarkan lebih mirip “penyerahan” daripada pertempuran, karena sebagian besar pasukan suku yang mendukung pemerintah pusat menyerahkan posisi mereka tanpa perlawanan signifikan. Kondisi ini mempermudah STC memperluas kendali dengan cepat.
Arab Saudi menarik pasukannya dari Aden dan bandara internasional kota itu saat ofensif STC berlangsung, menandakan perubahan strategi Riyadh dan keterbatasan kemampuan mereka dalam menghadapi aksi STC. Keputusan Saudi menambah ruang bagi STC untuk konsolidasi kekuasaan di selatan.
Beberapa analis menilai ofensif STC juga bertujuan mencegah Saudi memberikan konsesi besar kepada Houthi dalam pembicaraan damai mendatang, sekaligus meningkatkan leverage kelompok selatan terhadap pemerintah Yaman. STC menempatkan diri sebagai pemain kunci dalam negosiasi politik yang sedang berjalan.
Patrick Wintour dari The Guardian menekankan bahwa kemerdekaan instan bagi Yaman Selatan kemungkinan sulit dicapai, mengingat pengalaman internasional seperti pengakuan terbatas Republik Arab Demokratik Sahara Barat. Tantangan diplomatik internasional menjadi hambatan serius bagi ambisi STC.
Selain strategi politik, ofensif STC dinilai berpotensi melemahkan posisi Houthi. Kontrol atas jalur pasokan bahan bakar dan akses darat memotong kemampuan logistik Houthi di wilayah utara, yang selama ini menjadi basis utama perlawanan mereka.
Kampanye STC juga terkait dengan strategi lebih luas UAE untuk mengungguli pengaruh Iran dan sekutunya di kawasan, bagian dari upaya menyeimbangkan kekuatan di Laut Merah dan Semenanjung Arab. Keberadaan STC di selatan menjadi salah satu titik penting strategi regional ini.
Analis menyoroti ketidakpastian apakah STC akan melanjutkan ofensif melawan Houthi di utara. Setiap operasi lanjutan akan membutuhkan dukungan militer substansial dari UAE, menunjukkan bahwa peran pihak eksternal tetap penting bagi keberhasilan aksi militer selatan.
Brigadir Jenderal Tareq Saleh yang mengusai Mokha dan menjadi sekutu UAE menyatakan bahwa ofensif STC bertujuan menyatukan “teater militer” dan mempersiapkan serangan pamungkas terhadap Houthi di Yaman utara, menegaskan bahwa strategi militer selatan bersifat jangka panjang dan terencana.
Keberhasilan STC menegaskan dominasi politik dan militer mereka di selatan, sekaligus menimbulkan pertanyaan serius tentang masa depan integritas Yaman sebagai satu negara. Jika tren ini berlanjut, klaim pemisahan diri semakin nyata meski hanya de facto.
Penguasaan provinsi kaya minyak seperti Hadhramaut memberi STC sumber daya ekonomi untuk membiayai administrasi wilayah dan mendukung rencana pemisahan, meningkatkan peluang mereka untuk mempertahankan kontrol jika merdeka kelak.
Namun tantangan tetap besar. Pemerintah internasional dan Liga Arab diperkirakan akan sulit memberikan pengakuan formal terhadap klaim pemisahan, yang berarti legitimasi internasional bagi Yaman Selatan merdeka masih akan dipertanyakan.
Selain itu, potensi konflik internal antara kelompok suku, milisi lokal, dan STC dapat mengganggu stabilitas, sehingga kemerdekaan instan tidak realistis tanpa mekanisme politik yang jelas dan pengakuan global.
Sementara itu, negara-negara regional tetap berupaya menegosiasikan stabilitas di selatan. Riyadh menekankan perlunya penyelesaian damai agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan yang bisa dimanfaatkan Houthi maupun aktor eksternal lainnya.
Bagi penduduk lokal, penguasaan STC membawa perubahan signifikan dalam administrasi dan keamanan. Banyak warga menyambut perubahan karena berharap stabilitas dan pemerintahan lokal lebih responsif dibandingkan pemerintah pusat yang lemah.
Pengamat internasional menekankan bahwa meskipun STC kuat di medan politik dan militer, proses menuju kemerdekaan resmi akan panjang, melibatkan negosiasi internasional, pengakuan negara lain, dan penataan ulang struktur ekonomi serta pertahanan.
Jika Yaman Selatan benar-benar memerdekakan diri, keberhasilan STC akan menjadi contoh langka separatisme yang berhasil di Timur Tengah modern, tetapi juga membuka tantangan baru bagi keamanan regional dan keseimbangan politik di Teluk.
Dengan situasi saat ini, dunia internasional menonton secara ketat, sementara STC bekerja mengonsolidasikan kekuasaan, memperkuat ekonomi lokal, dan mempersiapkan strategi diplomasi agar klaim kemerdekaan mereka mendapatkan pengakuan global di masa depan.





0 Komentar