Sejarah Suku Angkola di Sumatera Utara

Suku Angkola atau Padang Bolak dalam banyak riwayat disebut terbentuk usai invasi Rajendra Chola pada abad ke-11 dari India ke Sumatera yang mengakibatkan runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yang menguasai Sumatera dan kerajaan lainnya seperti Pannai, Lamuri dan Melayu.

Belakangan Kerajaan Pannai terpecah menjadi kerajaan huta baik di Angkola, Kesultanan Panai di Labuhan Batu dan Kerajaan Pane di Simalungun.

Chola memerintah Sumatera dari Angkola dengan pemerintahan pusatnya di Kedah atau Jawa.

Nama Angkola sendiri berasal dari nama sungai Batang Angkola yang diperkirakan dinamai oleh pihak Chola.

Pendapat lain menyebut nama Angkola adalah hasil kemenangan masyarakat yang dipimpin Mpu Raja Gumanti Dalimunte, Tongku Malim Lemleman Harahap, Oppu Toga Langit Harahap dan Parmata Sapiak Daulay melawan Rajendra Chola.

Setelah kemenangan mereka, mereka mendirikan Kesultanan Aru Barumun abad 12, yang dipimpin Abdullah Harahap gelar Sultan Nabuttu Harahap.

Sisa pegawai dan pasukan Rajendra Chola membuat konsentrasi di utara yang sekarang jadi menjadi wilayah Pakpak Bharat.


Mengenai berdirinya Kerajaan Aru Barumun disebut oleh riwayat lain berdiri atas bantuan Samudera Pasai yang juga melebarkan sayapnya ke Pariaman, Sumatera Barat.

Ini berarti ada lebih dari satu kerajaan Aru atau Haru. Selain di Angkola ada juga yang berpusat di Medan sekarang yang akhirnya menjadi Kesultanan Deli dan satu lagi Kerajaan Aru Sipamutung.

Pada abad ke-13 masa pemerintahan Marwan Harahap gelar Sultan Nasinok, Kerajaan Aru Barumun mendapat serangan dari Baroar Nan Sakti (yang menjadi cikal bakal marga Nasution) dari Pagaruyung, mereka berhasil menguasai sebagian Aru dan menamainya Mandehilang (Mandailing).

Perlu dicatat bahwa Ompu Jolak Maribu Dalimunte yang disebut bernama Mpu Raja Gumanti juga terdapat dalam tarombo marga Simbolon. Ada juga tarombo yang menyebut Omou Jolak Maribua berdarah Bugis.

Meski Kerajaan Aru Barumun baru berdiri belakangan, Islam sudah masuk ke Tapanuli Selatan sejak abad ke-8 M dan sebelumnya dari Barus, Tapanuli Tengah.

Hal ini terbukti adanya batu nisan yang diperkirakan bertarikh 200 hijriyah di Padang Mardia, Mandailing dan Padang Bolak, Padang Lawas utara.

Harahap merupakan keturunan Syeh Ompu Nimarguru Harahap. 

Sementara itu, dari sumber lain (baca):


Marga Harahap kerap disebut sebagai singkatan dari Halak Arab (Orang Arab), umum diterima sebagai keturunan Bangsa Arab yang berlayar sampai ke tanah Mandailing.

...Para pemuda dan pemudinya disebut dengan sapaan “Bayo Angin” yang mengartikan mereka adalah pelayar yang hebat. Diperkirakan Harahap berasal dari Hadramaut, Yaman. Bangsa Hadramaut berlayar melalui samudera Hindia melewati Maladewa sehingga Harahap dahulu dikenal sebagai bangsa Mauli atau bangsa Mulia.

Kembali ke serangan dari Minangkabau tadi, Sultan Husein Harahap gelar Sultan diLangit berhasil meminta bantuan ke Malaka, dan mendatangkan orang Bugis yang sekarang jadi cikal bakal warga marga Lubis menggantikan Sultan Pulungan di Mandailing Julu.

Marga lubis sangat pandai membuat senjata seperti Namora Pande Bosi Lubis sehingga Mandailing Julu pun bisa diambilalih kembali memisahkan Mandailing Godang dan Pagaruyung. 

Sultan Husein Harahap akhirnya menikahi putri Sultan Malaka yaitu Ince Purnama. Ketika Malaka diserang Portugis, Sultan Husein Haharap memberikan tanahnya di Riau untuk diduduki Johor sebagai wilayah pengganti Malaka yang baru karena Sultan Malaka adalah mertua Sultan Husein Harahap.

Pada abad ke-14, Panglima Karim Daulay menantu Sultan Husein Harahap ditugaskan menjalin hubungan diplomatik dan kerja sama dengan Pasai.

Tawaran kerja sama kurang bersambut dengan baik oleh pihak Samudra Pasai. Panglima Karim Daulay dan Sultan Husein Harahap akhirnya mengalihkan kerja sama dengan Portugis.

Dalam konflik Portugis dengan Samudera Pasai, Kerajaan Aru Barumun berada di pihak Portugis. Pasukan Aru Barumun dipimpin panglima Rizal Rambe gelar Namora Rambe dan Ahmad Lubis gelar Namora di Tamiang.

Sejarah kemudian mencatat kekalahan Samudera Pasai oleh Portugis. Pada abad ke-15, Kesultan Aceh muncul sebagai kerajaan baru pengganti Samudera Pasai. 

Sebagai sebuah kekuatan baru, Kesuktanan Aceh memperluas wilayahnya ke Sumatera termasuk menyerang Aru Barumun.

Ekspansi Aceh terus memasuki Portibi dekat Sungai Batang Pane. Sultan Ali Bincar Harahap gelar Sultan Simarsinar tewas di tangan pasukan Aceh dan ratusan pasukan gajahnya pun diangkut oleh Aceh.

Ratu Aru Sambilan Jogi Daulay selamat, dia meminta bantuan ke Portugis.

Sementara itu, Portugis sedang sibuk melawan Sisingamangaraja I di Barus yang saat itu dipimpin oleh ayahandanya Tuan Ibrahimsyah yang menjadi Sultan Barus Hilir berkoalisi dengan Sultan Barus Hulu bermarga Pohan.

Dalam perlawanan melawan Portugis, Sisingamangaraja I mengusir warga Marga Siregar dan pengikutnya seperti Ritonga, Silo dari Toba, karena berpihak ke Kesultanan Aceh.

Peninggalan Sejarah

Suku Angkola merupakan salah satu suku yang universal dikarenakan terdapat banyak peninggalan arkeologis dari zaman purba, prasejarah hingga zaman sejarah.

Di antara peninggalan itu adalah candi tua seperti Candi Sipamutung Padang Lawas, Candi Bahal dan lain lain.

Dalam sensus tahun 2018, disebut suku Angkola mendiami tiga provinsi di Sumatera, yaitu: 

1. Provinsi Sumatera Utara
2. Provinsi Sumatera Barat
3. Provinsi Riau di Indonesia.

Orang atau Suku Angkola di Provinsi Sumatera Utara berada di Kota /Daerah :

Padang Sidimpuan
Kabupaten Padang Lawas
Kabupaten Padang Lawas Utara
Kabupaten Tapanuli Selatan
Kabupaten Labuhanbatu
Kabupaten Labuhan batu Utara
Kabupaten Labuhanbatu Selatan
Kabupaten Asahan
Kabupaten Batubara

Orang atau suku Angkola yang berada di Provinsi Sumatera Barat berada pada daerah atau kota :

Kabupaten Pasaman
Kabupaten Pasaman Barat, dan sekitarnya.

Orang atau suku angkola yg berada di Provinsi Riau berada di Kabupaten Rokan Hulu dan sekitarnya.

Jumlah populasi
1.700.000 jiwa (Sensus 2010)

Kawasan dengan konsentrasi signifikan
A.Sumatera Utara 1.035.000
B.Sumatra Barat 214.000
C.Riau 210.000
D.Jakarta 80.000
E.Malaysia 30.000

Pada awal masa penjajahan Belanda, wilayah Angkola awalnya masuk dalam Karesidenan Angkola atau Residentee Angkola di bawah Sumatra’s West Kust Gouvernement atau Kegubernuran Pesisir Barat Sumatera, bersama-sama Karesidenan Padang Laut (Padang Lauik) dan Karesidenan Padang Darat (Padang Darek).

Setelah Kesultanan Barus dan Tapanuli berhasil dikuasai Belanda, setelah suksesnya perjanjian di London atau Traktat London, Keresidenan Angkolapun dihapuskan.

Traktat London dilakukan secara sepihak antara Kerajaan Inggris dan Belanda, yang menukar guling wilayah Sumatera bagian utara yang awalnya diklaim Inggris dan wilayah Kalimantan bagian utara yang awalnya telah dikuasai Belanda, termasuk Afdeeling Tapanuli utara (Negeri Toba dan Negeri Silindung), yang saat itu masih berada dalam kedaulatan Kesultanan Aceh. Kesultanan Aceh merupakan negara berdaulat pertama mengakui kemerdekaan Belanda dari Spanyol tahun 1602.

Akibat dihapuskannya Keresidenan Angkola, maka orang Angkola terpecah belah mengikuti wilayah atau daerah yang baru dibentuk.

Sebagian wilayah suku Angkola digabungkan dalam wilayah Karesidenan Tapanuli yang berpusat di Tapian Na Uli (Tapanuli) di Barus, namun tetap dalam West Kust Sumatra’s Gouvernement.

Wilayah Suku Angkola menjadi bagian daerah Lubuk Sikaping (Pasaman dan Pasaman Barat) dan masuk dalam Karesidenan Padang Darat dalam West Kust Sumatra’s Gouvernement.

Sementara itu, wilayah Angkola di Tambusai (Rokan Hulu) masuk dalam wilayah Riau Gouvernement.

Wilayah Suku Angkola yang masuk dalam Oost Kust Sumatra’s Gouvernement atau Kegubernuran Pantai Timur Sumatra adalah wilayah Labuhanbatu, Asahan dan Batubara.

Wilayah Angkola yang masuk dalam Karesidenan Tapanuli adalah Angkola, Padangsidempuan, dan Angkola Padanglawas. 

Semenjak berdiri Karesidenan Tapanuli, ibukota Angkola di kota Padangsidempuan dipindahkan secara berganti-ganti antara Kota Tapanuli (Sibolga?) dan Kota Padangsidempuan. 

Karesidenan Angkola dan pemerintahan suku Angkola terpecah belah dalam beberapa kuria / luat / puak / banua / huta dan lain sebagainya yang dibentuk oleh Belanda dalam rangka devide et impera.

Angkola akhirnya terpecah hingga mencapai 50 kuria serta banyak luat/puak/huta.

Kuria sendiri berasal dari Bahasa Arab, yaitu ‘qurya’ yang berarti ‘negeri’, yang sering dipakai istilahnya dalam pemerintahan Darul Islam Minangkabau atau Kerajaan Pagaruyung Darul Qarar.


Akibat dari terpisahnya wilayah Angkola, saat ini terdapat tiga pendapat soal posisi Angkola terhadap suku Batak.

1. Yang menganggap Angkola adalah suku yang berdiri dan mempunyai tarombo sendiri.

Mereka menolak tarombo mereka berada di bawah atau menjadi bagian dari tarombo Toba yang (sebagian) menganggap leluhur mereka 'turun' dari langit.

Sebagian tarombo Toba juga menginduk pada laklak Pustaka Alim Kembaren yang menceritakan migrasi penduduk Pagaruyung ke Toba melalui Jambi dan telah berinteraksi ke Mekkah. (Baca di sini selengkapnya).

2. Yang menganggap Angkola adalah Batak Angkola tapi bukan bagian dari suku Batak yang dikenal saat ini.

Yang kedua ini berpijak bahwa suku Batak saat ini adalah suku yang secara administratif dibentuk Belanda untuk warga wilayah Bataklanden yang Belakangan menjadi Tapanuli Utara.

Tapanuli Utara sejak kemerdekaan telah bermekar menjadi Kabupaten Dairi, Tapanuli Utara, Toba, Samosir, Humbang Hasundutan dan Pakpak Bharat.

3. Yang berpendapat bahwa Angkola adalah bagian dari Batak dan marga Angkola telah berpadan (terintegrasi/teraliansi) dengan marga Batak pada umumnya.


Dalam kasus nomor tiga ini, khususnya pada marga Harahap, banyak sejarawan termasuk Dada Meuraxa dan KH Jailani Sitohang berpendapat bahwa Orang Arab atau Halak Arab/Harahap telah lebih dahulu bermukim di pinggir Danau Toba sebelum yang lain. 


Dan kata Toba itu sendiri berasal dari kata Tayiba sebagaimana juga pernah disinggung oleh Ust Munzir Situmorang dalam sebuah ceramahnya.

4. Yang menganggap Angkola adalah bagian tak terpisahkan dengan Mandailing Angkola dan berbeda dengan Batak pada umumnya.

Sumber:

1. https//www.sabbaangkola.blogspot.com
4. Sejarah Raja-raja Barus
5. Masuknya Islam ke Tanah Batak oleh KH Jailani Sitohang.
6. Dll

Posting Komentar

0 Komentar